Industry Trends    15 May 2020

Mentalitas Bertahan, Kunci Pemasar dan Penjual Pimpin Kebangkitan Setelah Krisis

Share Article:

Perubahan interaksi antara bisnis dan pelanggan selama krisis merupakan hal yang tidak terelakkan. Namun, bukan berarti tidak bisa disiasati agar hal tersebut tidak mencederai profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Sebelum bicara tentang bagaimana perusahaan menghadapi kondisi normal yang baru, ada baiknya jika perusahaan terlebih dahulu memetakan arahnya ke dalam tiga fase skenario: Masa Kini, Masa Recovery atau Penyembuhan; dan Normal yang baru.

 
Bagi perusahaan yang sangat terdampak oleh krisis pandemi, fase pertama atau Masa Kini merupakan fase yang sangat berat untuk dijalani, khususnya bagi tenaga pemasar dan penjual yang menjadi garda terdepan untuk menjamin kelangsungan usaha. Pada fase pertama, diperlukan mentalitas bertahan yang sangat tinggi karena inilah fondasi yang menentukan apakah perusahaan bisa terus bertahan melalui krisis sampai siap menghadapi ‘kejutan’ di fase terakhir.

Secara umum, terdapat lima skill/ keahlian utama yang harus dimiliki perusahaan untuk bisa menjalani ketiga fase di atas. Keahlian ini diharapkan berkembang seiring fase yang dijalani, tanpa menghilangkan spirit utamanya: bertahan. Adapun keahlian pertama adalah setiap pemimpin harus punya pola pikir fleksibel/resilient.

Pada fase ini, keterbukaan organisasi sangatlah penting agar manajemen bisa segera memutuskan kebijakan apa yang akan ditempuh tanpa mengorbankan terlalu banyak sumber daya penting.

Kedua, menjaga respon dan interaksi yang humanis. Virus COVID-19 yang sangat menular tentu membuat banyak orang lebih waspada dan cenderung enggan berinteraksi di keramaian. Bagi organisasi, kebutuhan dasar ini sudah harus menjadi SOP terbaru yang segera diterapkan agar seluruh karyawan merasa aman walaupun mereka harus tetap bekerja seperti biasa – bagi perusahaan yang tidak dapat sepenuhnya menerapkan kebijakan Work From Home (WFH). Kejelasan informasi dan kemudahan mendapat penanganan kesehatan harus menjadi prioritas, bahkan sampai fase terakhir (New Normal) dilakukan atau setidaknya sampai vaksin berhasil ditemukan.

 
Ketiga, adalah percepatan adopsi teknologi digital. Perubahan cara bekerja “memaksa” kita terbiasa untuk menyelesaikan pekerjaan dengan dukungan teknologi dan platform digital. Hal ini mungkin terdengar biasa bagi masyarakat di kota besar, namun kita tidak bisa melihat dari kacamata ibukota saja karena bagaimanapun pandemi ini sudah merata di seluruh provinsi Indonesia. Sudah saatnya perusahaan memberikan perhatian serius untuk pemanfaatan teknologi, dan mendistribusikannya kepada seluruh elemen organisasi agar New Normal bisa dijalani tanpa berat hati.
 
Kapasitas berikutnya adalah menyusun standar pelayanan pelanggan dan acuan brand. Perusahaan perlu meninjau kembali tujuan brand dan proposisi nilai brand kepada pelanggan. Peninjauan menjadi penting untuk menentukan arah pemasaran dan penjualan agar tetap sensitif pada setiap fase yang dijalani.
 

Sedangkan kapasitas terakhir adalah, perlunya memiliki ekosistem yang lebih luas untuk melatih fleksibilitas organisasi. Semakin banyak exposure kepada tren, insight dan perubahan perilaku beragam konsumen di banyak ekosistem, perusahaan dapat memetakan potensi bisnis di masa depan.

Ditulis oleh: Neily Cholida

Getting closer to your costumer is important, but letting them get a taste of experience to learn your brand, is beyond greatness. We believe that as customers, could grow accustome to a certain loyalty toward brands. That at least, can be proven on my long lists of personal hygine brands in my bathroom, or basic staple foods in my kitchen! The key is to enabling your brand speaks wisdom and communications may boost the significance even bigger. As public relations agency, we understand the situation that you are going through. Check on our portfolio and brand new offering for ventures who wishes to kickstart the branding and communications strategy within the new normal.