Industry Trends    28 April 2020

Intip Strategi Brand-Brand di Indonesia Menghadapi Krisis COVID-19

Share Article:
 

Merebaknya pandemi COVID-19 berdampak bagi kelangsungan bisnis berbagai sektor industri di Tanah Air, baik dari skala besar hingga kecil. Aktivitas bisnis yang serba terbatas mengharuskan perusahaan menyiapkan strategi besar untuk menghadapi krisis ini, terutama agar bisnis tetap berjalan dengan sumber daya dan cara-cara yang memungkinkan untuk dimanfaatkan. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen juga mengalami perubahan perilaku konsumsi seiring dampak ekonomi perubahan pola aktivitas yang terpusat di rumah. 

Situasi ini lama-kelamaan akan menciptakan perilaku konsumsi baru, misalnya peningkatan konsumsi melalui transaksi online, atau konsumsi produk tertentu yang sebelumnya rendah kini menjadi tinggi seperti masker dan alat-alat atau produk kesehatan lainnya. 

 
Dengan maraknya panic buying dan serta tren home purchasing yang terjadi selama krisis, Tokopedia merasa perlu hadir sebagai brand yang peduli pada jutaan online buyers mereka. Alih-alih menghadirkan filantropi, Tokopedia memilih pendekatan operasional lewat upaya extra-miles untuk menyortir bahkan memboikot ribuan mitra UMKM rekanannya yang mengambil keuntungan tidak wajar dari kondisi sulit ini. Tanpa takut kehilangan mitranya, Tokopedia dengan lantang bicara bahwa kehadiran mereka tidak hanya sekedar ‘platform berjualan online’ tapi juga turut memastikan bahwa seluruh ekosistemnya menjalankan prinsip kebaikan di tengah krisis.
 
Selain merubah cara masyarakat dalam bertransaksi, wabah COVID-19 juga menimbulkan gejolak emosi yang beragam, namun secara default emosi yang paling dominan adalah keresahan dan keprihatinan secara kolektif. Oleh karenanya, Brand juga perlu menyadari hal ini sebagai landasan perusahaan menentukan strategi dalam mengekspresikan empati yang tepat sesuai dengan karakteristik produk dan bisnis mereka.
 

Cottonink adalah contohnya. Brand yang bergerak di bidang pakaian wanita ini memproduksi masker atau APD yang kini sedang dibutuhkan untuk perlindungan wabah. Cottonink memproduksi masker kain yang dapat dicuci kembali dengan motif lucu dan cantik dengan harga yang terjangkau bagi target konsumen mereka.

 
 

Sementara itu, Sritex Indonesia melakukan pendekatan yang berbeda dalam merespon krisis dengan memproduksi APD karena permintaan yang semakin tinggi dan langka. Strategi ini menunjukkan bahwa brand dan korporasi berusaha untuk tetap mencapai target penjualan melalui inovasi produk yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tanpa berkesan memanfaatkan keadaan yang ada. Strategi ini juga dapat membantu brand meraih peluang penjualan. Dalam kondisi keberlangsungan wabah yang tidak pasti kapan waktu berakhirnya, peluang yang paling realistis dapat dibagi menjadi dua, yaitu meningkatkan penjualan dan meningkatkan kepercayaan atau reputasi yang positif dari masyarakat. 

Selain itu, aksi tanggung jawab sosial yang dapat disesuaikan dengan karakteristik produk atau bisnis juga bisa dilakukan. Misalnya, perusahaan konstruksi dan penyedia jalan tol Hutama Karya membagikan tongkat e-toll gratis kepada pengguna jalan untuk mengurangi kontak di fasilitas publik.

 
Pendekatan emosional juga dapat dilakukan oleh brand dalam menanggapi krisis. Gojek misalnya, memberikan donasi kepada pihak yang membutuhkan dengan narasi memangkas dan mendonasikan 25% dari gaji tahunan CEO dan jajaran manajemen seniornya untuk membantu. Donasi ini ditujukan bagi para mitra driver, merchant, dan mitra lainnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bank Mandiri dengan mengumumkan kepada publik bahwa para pegawainya menyisihkan gaji bulanannya untuk membantu masyarakat yang terdampak yang akan diberikan melalui aplikasi LinkAja. Pemberian donasi adalah langkah inisiatif yang  mampu meningkatkan reputasi positif dari masing-masing pelaku bisnis.
 
 
Memenangkan emosi publik di tengah pandemi corona juga penting untuk dilakukan melalui pendekatan non-material lainnya. Salah satunya dengan menunjukkan tanggung jawab perusahaan kepada konsumen terkait kebersihan produk dan jasa melalui penyediaan alat-alat kebersihan, pengukur suhu tubuh bagi karyawan, dan prosedur kebersihan dalam bekerja lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh McDonald Indonesia dalam merespon krisis. Dengan perubahan pola transaksi konsumen, McDonald tengah menggencarkan kembali digital marketing layanan pesan antar makanan mereka. Lewat kampanye “Kami Antar Menu Favoritmu”, McDonald kembali menggaet pengguna setia McDelivery dengan membangun kepercayaan pelanggan akan standar kebersihan layanan pesan antar mereka. 
 

Hal terakhir yang dapat dilakukan oleh brand adalah berkolaborasi untuk menghadirkan manfaat yang lebih luas bagi konsumen. Ruangguru misalnya bekerja sama dengan Telkomsel memberikan kuota internet gratis 30 Gigabyte (GB) selama sebulan dan menyediakan layanan sekolah gratis melalui platformnya. Kolaborasi ini tidak hanya membantu banyak pihak yang terkena dampak corona tetapi juga menghadirkan reputasi yang positif bagi kedua brand. 

Contoh-contoh ini merupakan segelintir strategi dalam oleh beberapa brand di Indonesia dalam menghadapi krisis dengan tetap melihat peluang yang tepat tanpa menghilangkan semangat kebaikan di tengah krisis.

Apapun dan bagaimanapun sebuah brand menghadapi COVID-19, hal yang harus diingat adalah narasi dan taktik komunikasi sangatlah menentukan pembentukan persepsi di publik. Oleh karenanya, penting untuk berpikir sejenak dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum sebuah strategi komunikasi dijalankan agar tidak menimbulkan kesan ‘pamer’ kebaikan atau ‘menumpang’ momentum. 

Ditulis oleh:

Vanya Viranda dan Margaretha Nazhesda

Every business owner surely has a rule of thumb when doing their daily operational business. Yet, having a go-to plan is not always work, especially when you are facing a great storm. As public relations agency, we are keen to promote flexible partnership with our clients as we are for sure understand how tough it is to build and sustain the ship. While you are enjoying our write-up, do let us know should you need further discussion on how to rejuvenate the communications strategy when the rainbow comes at last.