Industry Trends 15 May 2020
Pada awal Maret lalu misalnya, maskapai penerbangan asal Amerika Serikat Southwest menawarkan potongan harga penerbangan di tengah periode isolasi pandemi.
Kendati penjualan dirasa penting, namun perubahan drastis pada rutinitas harian masyarakat patut dipertimbangkan oleh para pemasar. Kondisi ini telah memberi dampak bagi konsumen baik secara fisik dan mental akibat COVID-19. Secara fisik, masyarakat sedang membatasi kegiatan di luar rumah untuk mendukung langkahsocial distancing. Di Indonesia sendiri, hingga pertengahan April telah terdapat 18 daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di saat yang bersamaan, secara mental masyarakat tengah berada dalam kekhawatiran bahwa merebaknya virus semakin mengancam keberlangsungan hidup mereka.
Untuk itu, idealnya para pemasar dapat memahami situasi dengan memberikan pengalaman baru bagi konsumen melalui variasi eksekusi agar publik merasakan sesuatu yang berbeda dan mencegah aktivitas pemasaran terjebak pada konten tone deaf.
Sesuai dengan sebutannya, tone deaf mengasosiasikan pesan yang kurang mengandung sensitivitas terhadap situasi yang sedang terjadi. Penyesuaian pesan akan memastikan konten yang dipaparkan kepada publik tetap relevan. Sehingga para pemasar juga perlu didukung oleh para pelaku komunikasi untuk turut menganalisa potensi penerimaan konsumen terhadap konten marketing yang akan dihadirkan.
Berkaca pada survei daring oleh Element-R asal Amerika Serikat yang dilakukan pada Maret 2020, respon mengenai pemasaran konvensional atau business-as-usual melalui telepon dan email pribadi justru mendapatkan reaksi yang kurang baik dari konsumen. Pasalnya, 29 persen responden menjawab upaya tersebut terbilang sangat membosankan dan 32 persen lainnya menjawab membosankan. Hal ini menunjukkan urgensi pemasar untuk memperhatikan potensi penerimaan konsumen terhadap konten marketing yang bisa terjebak pada tone-deafness.
Maka dari itu, brand perlu berhati-hati atas pesan yang disampaikan kepada publik. Alih-alih diharapkan mendatangkan manfaat bagi bisnis untuk bertahan, aktivitas pemasaran lewat konten yang tone-deaf justru berpotensi mendekatkan konsumen pada titik kejenuhan karena konten yang kurang relevan dan sensitif terhadap situasi pandemi. Jebakan ini kerap terjadi saat brand berada pada dilema untuk meningkatkan penjualan di tengah situasi yang penuh ketidakpastian. Bila hal ini terus diterapkan, maka konten-konten tone-deaf tersebut akan menjadi bumerang yang justru mengancam keberadaan brand.
Ditulis oleh: Bela Dienna
Every business owner surely has a rule of thumb when doing their daily operational business. Yet, having a go-to plan is not always work, especially when you are facing a great storm. As public relations agency, we are keen to promote flexible partnership with our clients as we are for sure understand how tough it is to build and sustain the ship. While you are enjoying our write-up, do let us know should you need further discussion on how to rejuvenate the communications strategy when the rainbow comes at last.